Serang– Program studi DIII Perpajakan FEB Untirta menyelenggarakan kuliah tamu profesi dengan tema digitalisasi dan administrasi pajak. Pada Rabu, 28 Agustus 2019. Acara yang menghadirkan Bapak Drs. Sahat Dame Situmorang, Ak,MM, M.com dari Kanwil DJP Banten dan Ibu Awwaliatul Mukarromah S.IA dari DDTC selaku pembicara tersebut diadakan di Ruang Auditorium Untirta dengan dihadiri oleh 160 peserta. Para peserta tersebut merupakan mahasiswa berbagai angkatan dari program studi DIII Perpajakan FEB Untirta juga dihadiri oleh Ketua jurusan dan Sekretaris Jurusan Akuntansi, Ketua Prodi DIII Perpajakan dan para dosen.
Kuliah tamu ini diawali dengan pemaparan tentang Pajak Di era Digital Oleh Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kanwil DJP Bapak Drs. Sahat Dame Situmorang, Ak,MM, M.com oleh moderator kuliah tamu yakni Ibu Intan Puspanita, SE.,M.Ak. Selain itu, beliau juga membahas mengenai reformasi pajak. Reformasi pajak merupakan perubahan sistem perpajakan, perbaikan regulasi dan peningkatan basis perpajakan. Reformasi Pajak perlu dilakukan karena tingkat kepatuhan wajib pajak masih rendah, target penerimaan pajak setiap tahun meningkat, jumlah SDM yang tidak sebanding dengan penambahan jumlah wajib pajak yang mengakibatkan kesulitan dalam pengawasan dan penegakan hukum, perkembangan ekonomi digital dan kemajuan teknologi sangat pesat serta aturan yang mengantisipasi perkembangan transaksi perdagangan. Ada 5 pilar reformasi perpajakan pertama organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan daya basis data, proses bisnis dan peraturan perundang-undangan.
Dalam kuliah umum bertajuk ‘Digitalisasi & Administrasi Pajak’ di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Tax Law Surveillance DDTC Awwaliatul Mukarromah mengatakan dampak dari perkembangan teknologi digital terhadap administrasi pajak tidak terhindarkan.“Digitalisasi seharusnya juga dimanfaatkan untuk membantu pembayar pajak untuk lebih mudah mematuhi ketentuan dan meningkatkan transparansi antara wajib pajak dan Ditjen Pajak (DJP). Ini untuk memperkuat hubungan dan kepercayaan di antara keduanya,” jelasnya
Menurutnya, teknologi dapat digunakan untuk menyederhanakan atau mengurangi jumlah kewajiban administrasi atau formulir yang perlu diisi oleh wajib pajak. Selain itu, teknologi bisa digunakan untuk mempercepat proses pembayaran maupun restitusi pajak. Kemudahan-kemudahan yang diberikan pada gilirannya akan meningkatkan layanan sekaligus mengurangi interaksi tatap muka (langsung) antara petugas pajak dengan wajib pajak. Pengurangan interaksi ini juga berpotensi menutup celah tindakan korupsi.
Sejauh ini, sudah ada beberapa perkembangan positif yang telah dilakukan DJP dalam pemanfaatan teknologi untuk administrasi pajak. Beberapa aplikasi sudah diluncurkan seperti e-SPT, e-Faktur, e-Bupot, dan aplikasi pelaporan pasca amnesti pajak. DJP juga telah mengembangkan pre-populated tax return. Dengan sistem ini, otoritas menggunakan data pihak ketiga dan sumber informasi lain yang valid. Data dan informasi itu diberikan kepada wajib pajak saat pengisian surat pemberitahuan (SPT). Wajib pajak tinggal mengonfirmasi kebenaran data.
Otoritas juga mulai meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak melalui penggunaan media sosial dan online chatting, selain telepon, email, situs web, dan faksimili. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga berencana memperbarui sistem inti (core tax system) yang ditarget efektif beroperasi pada 2021.
Menurutnya, berbagai langkah yang sudah dijalankan otoritas patut diapresiasi karena sudah berada di jalur yang tepat. Namun, menurut Awwaliatul, digitalisasi seharusnya juga berdampak lebih luas pada proses pembuatan kebijakan. Pasalnya, selain kemudahan bagi wajib pajak, teknologi digital seharusnya dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kualitas data dan informasi. Terlebih, saat ini DJP memiliki Direktorat Data dan Informasi Perpajakan.
Dengan demikian, pengawasan ketidakpatuhan wajib pajak juga bisa dilakukan lebih optimal. Penggunaan teknologi akan membuat proses pencocokan data pihak ketiga dengan data dalam SPT lebih mudah diselesaikan dan akurat.
“Data berkualitas tinggi yang diproses dengan baik akan memberikan informasi berguna otoritas fiskal. Informasi ini dapat menghasilkan estimasi penerimaan pajak yang lebih baik di masa depan, mengevaluasi kebijakan pajak yang ada, dan menciptakan prospek peluang kebijakan baru,” imbuhnya.
Pada akhirnya, lanjut dia, digitalisasi pajak akan menjadi faktor penentu dalam menciptakan hubungan yang lebih transparan dan setara. Dalam konteks kepatuhan kooperatif, otoritas pajak dan wajib pajak dapat saling percaya.